Sabtu, 08 Agustus 2009

POLITIK

Tak Satu Mantan Presiden Hadiri Peringatan Detik-detik Proklamasi
JAKARTA - Tak ada seorang pun mantan presiden RI yang akan mengikuti peringatan detik-detik proklamasi dan upacara bendera di Istana Negara hari ini. Bila Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terhalang faktor kesehatan, B.J. Habibie berada di luar negeri. Sedangkan Megawati, seperti tahun-tahun sebelumnya, lebih memilih melewatkan peringatan itu bersama warga di Kebagusan.

Direktur eksekutif The Habibie Center yang juga sahabat dekat Habibie, Ahmad Watik Pratiknya, mengatakan bahwa Habibie menjalani cek kesehatan rutin di Jerman. "Jadi, beliau bakal merayakan HUT proklamasi kemerdekaan di sini (Jerman, Red)," tutur dia sewaktu dihubungi kemarin (16/8).

Dalam peringatan proklamasi pada 2008, Habibie juga tidak bisa hadir ke Istana Negara. Alasannya sama, yakni berada di luar negeri.

Presiden ke-4 RI, Gus Dur, juga dipastikan tak hadir dalam upacara bendera di Istana Negara hari ini (17/8). "Bapak (Gus Dur, Red) masih berada di rumah sakit," ujar Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny), putri Gus Dur, tadi malam.

Selain itu, mungkin tidak ada anggota keluarga lain yang mewakili. "Sepertinya, semua masih harus jaga di rumah sakit. Yang kebetulan nggak pun mungkin memilih istirahat di rumah karena kurang tidur," ungkap mantan staf khusus Presiden SBY bidang komunikasi politik tersebut.

Sejak Selasa lalu (11/8), Gus Dur kembali masuk RSCM, Jakarta. Mantan ketua umum PB NU tersebut mendapatkan penanganan intensif dokter karena penyakit alodinia. Pada 2008, di antara mantan-mantan presiden RI, hanya Gus Dur yang hadir untuk mengikuti upacara kenegaraan tersebut.

Bagaimana Megawati? "Beliau direncanakan mengikuti upacara bendera di DPP PDIP, Lenteng Agung. Tepatnya di halaman parkir sebelah timur sekretariat DPP partai," ujar Ketua DPP PDIP Bidang Eksternal Daryatmo Mardiyanto.

Megawati sejak lengser dari kursi presiden pada 2004 tidak pernah sekali pun mengikuti upcara bendera di Istana Negara. Tapi, pada upacara bendera tahun lalu, saudara-saudara Megawati hadir di istana. Di antaranya, Sukmawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra













MK Mentahkan Putusan MA, Terkait Perhitungan Kursi Tahap II
Komposisi Kursi Hasil Penghitungan II Tetap

JAKARTA - Kisruh penghitungan kursi DPR dan DPRD di penghitungan tahap II akhirnya tuntas. Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin memutuskan pasal penghitungan tahap II di semua tingkat dengan hanya mempertimbangkan sisa suara dan suara parpol yang belum terhitung pada tahap I.

Putusan itu sekaligus mementahkan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait cara penghitungan kursi tahap II pada 18 Juni lalu. ''Mengabulkan sebagian gugatan pemohon, dengan menyatakan pasal 205 ayat 4 (penghitungan tahap II DPR) berkekuatan hukum tetap, sepanjang dilakukan berdasarkan putusan MK,'' kata Mahfud M.D., ketua MK sekaligus ketua majelis hakim, di gedung MK, Jakarta, kemarin (7/8).

Perkara penghitungan tahap II itu diajukan PKS, Hanura, Gerindra, PPP, dan PAN. Dalam putusan, MK hanya mengabulkan sebagian permohonan. Itu dilakukan karena MK menolak mengabulkan gugatan agar pasal penghitungan tahap II dinyatakan tidak berkekuatan hukum tetap.

Dengan putusan MK, komposisi kursi berikut caleg peraih kursi tahap II DPR tidak berubah. Nama-nama caleg yang sempat berpotensi tergeser kini bisa mengambil napas lega. Sebab, SK KPU saat revisi nanti tetap menggunakan cara penghitungan yang sama. Salah seorang caleg itu adalah Suryadharma Ali. Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan itu hanya lolos di Jawa Barat III melalui penghitungan tahap kedua. Jika putusan MA terkait penghitungan tahap II dilaksanakan, pria yang menjabat Menkop itu bakal menghilang dari Senayan.

Selain Suryadharma, pelawak Eko Patrio bisa bernapas lega. Caleg PAN dari dapil Jatim VIII itu hanya lolos dalam penghitungan tahap II. Beberapa nama caleg lain yang sempat digoyang adalah Teguh Juwarno (PAN, Jateng IX), Jamal Mirdad (Gerindra, Jateng I), Rachel Maryam (Gerindra, Jabar II), dan Irgan Chairul Mahfiz (PPP, Banten III). Sementara, nama-nama yang tidak menjadi lolos ke Senayan adalah Nursyahbani Katjasungkana (PKB, Jatim III) dan Indra Jaya Piliang (Golkar, Sumbar II).

MK dalam amar putusannya menyebutkan, pasal 205 ayat 4, pasal 211 dan 212 ayat 3 UU Pemilu dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional). Ketentuannya, pasal 205 ayat 4 berlaku jika penghitungan tahap II dilakukan masih ada sisa kursi. Suara parpol yang berhak berpartisipasi dalam penghitungan tahap II adalah sisa suara parpol atau suara parpol yang mencapai sekurang-kurangnya 50 persen bilangan pembagi pemilih (BPP). ''Bila sisa suara tidak mencapai 50 persen dan masih ada kursi, suaranya diperhitungkan pada penghitungan tahap III,'' terang Mahfud.

Sementara itu, pasal 211 (3) dan 212 (3) digunakan masing-masing untuk penghitungan kursi di DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Cara penghitungannya, parpol yang meraih kursi tahap I adalah mereka yang suaranya sama atau melebihi 100 persen BPP. Jika masih ada sisa kursi, suaranya diberikan langsung kepada parpol yang sisa suaranya tidak mencapai BPP. Berturut-turut dari yang sisa suaranya paling banyak di antara mereka hingga kursinya habis terbagi. ''Bagi parpol yang tidak meraih kursi melalui BPP, suaranya dianggap sisa suara,'' kata Mahfud. Seluruh cara penghitungan itu sesuai dengan apa yang diatur KPU dalam peraturan nomor 15/2009.

Bagaimana putusan MA? Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa segala keputusan yang bertentangan dengan putusan MK dinyatakan tidak berlaku.

Atas putusan MK tersebut, anggota KPU Andi Nurpati bersyukur dan berterima kasih. ''Amar putusannya sebetulnya memperkuat peraturan KPU Nomor 15/2009 yang telah kita terapkan dan kita gunakan,'' ujarnya. Dia mengatakan, dengan putusan MK tersebut seluruh caleg yang telah ditetapkan pada tahap kedua sudah dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Dia mengungkapkan, penghitungan DPRD sudah selesai. Ha­nya, KPU memang belum me­nyelesaikan penghitungan kursi DPR tahap III. ''Kami akan selesaikan secepatnya pasca putusan pilpres,'' katanya.

Sebelumnya, MK memutuskan penghitungan kursi tahap III dilakukan dengan mengumpulkan semua suara sisa parpol di satu provinsi. Putusan MK itu membatalkan mekanisme penghitungan kursi tahap III oleh KPU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar