TEMANGGUNG - Upaya all-out terus dilakukan Tim Densus 88 Mabes Polri dalam mengejar gembong teroris nomor satu, Noordin M. Top. Kemarin (7/8) sekitar pukul 17.00, mereka mengepung sebuah rumah di Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, yang diyakini sebagai markas teroris. Bahkan, Noordin disebut-sebut berada di rumah tersebut.
Selama pengepungan, terjadi baku tembak antara polisi dan penghuni rumah. Bahkan, baku tembak itu terjadi hingga berita ini diturunkan sekitar pukul 22.30. Rumah yang dikepung tersebut cukup terpencil dari tetangga-tetangga sekitar, di tengah persawahan. Pemiliknya adalah Muh. Zahri, 60, yang ternyata ayah Tatak (salah seorang teroris jaringan Noordin dan Dr Azhari) yang ditangkap di Wonosobo sekitar Maret 2006.
Berapa orang yang berada di dalam rumah itu? Informasi di tempat kejadian menyebut, ada beberapa versi. Versi pertama, ada empat orang. Mereka adalah Zahri; istrinya, Endang, 54; cucunya yang masih anak-anak; dan seorang pria yang diduga sebagai Noordin. Versi lain menyebut lima orang. Satunya lagi seorang perempuan yang disebut-sebut istri Tatak. Sejauh ini, berita seputar jumlah penghuni rumah itu masih simpang siur. Sebab, hingga tadi malam sekitar pukul 23.00, polisi masih sebatas mengepung. Belum menyerbu masuk.
"Yang mengepung rumah itu sekitar 200 personel dengan 20 sniper ditempatkan di sekitar rumah," kata sumber Jawa Pos yang ikut dalam pengepungan itu. Mengapa tidak menyerbu masuk? "Kami belum yakin berapa jumlah orang yang berada di dalam dan apa saja persenjataan yang ada di dalam. Selain itu, kami yakin di dalam rumah itu ada bom. Sehingga, kalau kami terburu-buru masuk, takut meledak sehingga kami tak dapat apa-apa," tuturnya.
Apalagi, jika memang di dalam rumah itu ada Noordin, menurut informasi dari sejumlah anggota JI (Jamaah Islamiyah) lama yang mengenal Noordin, gembong teroris itu selalu membawa rompi bom. "Kalau memang Noordin, nyaris mustahil dia mau ditangkap hidup-hidup. Mungkin dia akan meledakkan diri jika terdesak," tambahnya.
Sebelum mengepung rumah Zahri, tim Densus 88 terlebih dahulu menangkap dua orang warga Temanggung yang diduga terlibat dalam jaringan teroris Noordin. Mereka adalah kakak-beradik Hendra, 38, dan Aris, 32. Keduanya dibekuk di kawasan Pasar Kedu, Kecamatan Kedu, Temanggung, sekitar pukul 16.00. Saat ditangkap, mereka sempat melawan. Tapi, tak sulit bagi Densus untuk membekuk mereka.
Siapa Hendra dan Aris? Warga di sekitar pasar mengenal mereka bekerja sebagai montir. Sulton, 32, sahabat Aris, menceritakan bahwa kakak-beradik itu semula dikenal sebagai preman pasar. Lantas, mereka merantau. ''Katanya pergi ke Sumatera. Sumatera mana, saya tidak tahu,'' ujarnya.
Sepulang merantau di Sumatera, keduanya tiba-tiba berubah menjadi alim. ''Mereka kalau berpakaian celananya cengkrang dan selalu bergamis serta berjenggot,'' katanya.
Bahkan, lanjut Sulton, Hendra beristrikan perempuan bercadar yang identitasnya masih samar. ''Tertutup orangnya. Jadi tidak kenal siapa namanya,'' lanjutnya. Diduga, dari informasi Hendra dan Aris, Densus 88 lantas mengepung rumah Zahri. ''Upaya kami sudah semakin dekat ke Noordin. Simpul menuju ke Noordin sudah kami dapatkan,'' kata sumber Jawa Pos.
Sebuah sumber yang masuk ke Jawa Pos menyebutkan, Zahri si pemilik rumah sudah diamankan aparat sejak pukul 17.00. Pria yang sehari-hari dikenal sebagai guru itu diduga menyembunyikan beberapa orang yang ditengarai menjadi target operasi Densus 88.
Selain itu, berdasar pantauan Radar Semarang (Jawa Pos Group), dalam pengepungan rumah Zahri itu, ada dua orang yang tertembak di kebun jagung yang berjarak 30 meter dari rumah tersebut. Belum jelas identitas keduanya. Sebab, setelah dilumpuhkan dengan ditembak kakinya, mereka diangkut tim Densus 88.
Namun, dipastikan kedua laki-laki tersebut bukan warga setempat. ''Saya tidak kenal mereka,'' jelas Sujati, warga setempat. Ada yang menyebutkan, salah seorang di antara dua laki-laki itu adalah Reno alias Tedi alias Mubarok. Jika itu benar, tangkapan Densus kali ini cukup signifikan. Sebab, Mubarok adalah orang kedua ahli merakit bom setelah Dr Azhari.
Marsino, 34, warga setempat, mengatakan bahwa beberapa hari lalu melihat beberapa orang asing -diduga aparat kepolisian- yang menyamar. Beberapa di antara mereka menyamar sebagai pencari rumput. Diduga, mereka sedang mencari tahu aktivitas di dalam rumah Zahri itu.
Di tempat terpisah, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna belum bisa memastikan apakah Noordin M. Top memang berada di dalam rumah itu. ''Besok pagi (hari ini, Red) akan disampaikan Kapolri,'' ujar Nanan saat dihubungi Jawa Pos tadi malam pukul 22.50.
Dia membenarkan adaanya kontak tembak di Beji, Kecamatan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. ''Berapa korban dan siapa saja belum bisa disampaikan malam ini. Saya juga menunggu perkembangan dari lapangan,'' ujar mantan Kapolda Sumatera Utara itu.
Ketua Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) Habib Abdurrahman Assegaf mengatakan, para teroris itu cukup berbahaya. Rumah yang dikepung Densus itu, lanjut Abdurrahman, adalah markas jaringan Noordin M. Top pecahan dari markas mereka di Wonosobo. Daerah Temanggung, kata dia, digunakan sebagai sentra pengaderan dan perencanaan serangan. Di dalamnya terdapat persenjataan sisa-sisa perang di Poso.
Simulasi Penanggulangan Bom, Ternyata Meledak Beneran
BITUNG - Berlatih menangani bom teroris, ternyata bomnya benar-benar meledak. Musibah itu terjadi kemarin pagi pada simulasi penanggulangan antiteror yang digelar Polda Sulawesi Utara (Sulut) di Dermaga Markas Polair dan Pelabuhan Samudera Bitung. Peristiwa yang tak seharusnya terjadi itu menyebabkan seorang anggota Brimob tewas dan empat polisi lainnya luka berat.
Latihan menanggulangi bom itu dihelat sebagai persiapan pengamanan Sail Bunaken, sebuah even internasional yang dilaksanakan di Kota Bitung dan Kota Manado, 12-20 Agustus mendatang. Dijadwalkan perhelatan itu diikuti 50 kapal perang dari negara lain.
Latihan tersebut dimulai pukul 08.00 Wita. Lima puluh menit kemudian, sejumlah undangan hadir di lokasi latihan, tepatnya di Dermaga Pelabuhan Polair Tandurusa. Di antaranya Kapolda Sulut Brigjen Pol Bekto Suprapto, Gubernur Sulut Sarundajang, serta Wali Kota Bitung Hanny Sondakh.
Pukul 09.00 Wita dimulailah latihan tersebut. Kegiatan diawali dengan skenario aksi menembak di speedboat. Speedboat itu lalu merapat ke sebuah kapal, seakan-akan itu kapal asing yang merapat ke pelabuhan dan diincar teroris. Oleh teroris, bom diletakkan di tempat sampah dekat pelabuhan tempat kapal asing itu merapat.
Speedboat berisi lima anggota polisi tadi menuju pelabuhan untuk mengambil bom di tempat sampah itu. Selanjutnya bom tersebut dijinakkan ke tengah laut. Tapi, skenario yang tak terduga terjadi. Blaar.... Bom itu meledak sebelum dibuang. Insiden itu menewaskan Brigadir James Tampolas. Empat polisi lainnya luka berat. Mereka adalah Ipda Frangky Turang, Brigadir Abdul Rahman Mas Hanafi, Bripka Anto Sidik, dan Bripda Erian Tamboto.
"Insiden ini murni karena kecelakaan latihan, technical error yang menjadi risiko dalam latihan," kata Kapolda Sulut Brigjen Pol Bekto Suprapto. "Ledakan ini terjadi akibat kesalahan teknis pada mesin pengacau jaringan yang tidak berfungsi dengan baik," tambah mantan komandan Densus 88 Antiteror Mabes Polri ini. Tapi, sumber lain menduga, bom itu meledak karena korsleting setelah terkena air saat diletakkan di tempat sampah di pinggir dermaga.
Kepada wartawan Kapolda Sulut juga membenarkan soal tewasnya seorang anggota Brimob dan empat polisi lain yang luka berat. "Korban-korbannya sudah mendapat penanganan dokter," tambah Bekto. "Sekali lagi, ini murni kecelakaan dan merupakan risiko latihan," imbuhnya.
Hingga tadi malam empat korban luka berat masih dirawat di RS Bhayangkari Manado.
Di bagian lain, suasana penuh haru mewarnai rumah duka Brigadir James Tampolas di kompleks Perumahan Griya Indah Blok B, Manado, kemarin sore. Di antara keluarga, Albert Lesawengan, 52, tampak paling terpukul. Dia adalah mertua James.
Albert lantas menceritakan hari-hari terakhir pertemuannya dengan James. Diceritakan, Jumat pagi (31/7) atau sehari sebelum peristiwa nahas itu terjadi, anggota Brimob berumur 28 tahun itu terlihat tergesa-gesa. Saat ditanya, James mengatakan harus cepat-cepat mempersiapkan bom yang akan dijadikan simulasi.
"Siangnya, waktu makan siang, dia (James) pesan kelapa muda," kenang Albert. Dia juga tak bisa lupa terhadap janji yang pernah disampaikan menantunya itu. "Dia berjanji, setelah acara Sail Bunaken, akan membelikan kami TV 21 inchi," ujarnya. Kini janji itu hanya tinggal kenangan.
James meninggalkan seorang istri, Novlita Lesawengan, 25, dan seorang anak laki-laki semata wayangnya, Jesi Tampolas, yang masih berusia 2,5 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar